Blogger Widgets the best articel: September 2014

Senin, 29 September 2014

Music Korea

Mengenal Musik Tradisional Korea

Musik tradisional Korea hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari musik istana yang hanya dimainkan saat ada upacara-upacara khusus, hingga lagu-lagu rakyat yang dimainkan oleh para petani di desa. Saya tertarik dengan musik tradisional Korea, berawal dari melihat drama Korea yang kadang menyelipkan seni musik tradiosionalnya. Nah, berikut ini adalah beberapa dari sekian banyak genre dan gaya musik tradisional asal negeri ginseng.

SANJO
Secara harfiah, sanjo berarti “melodi yang tersebar”. Sanjo ini dimainkan secara solo dan merupakan salah satu bentuk musik yang membutuhkan keahlian tinggi bagi yang memainkannya. Sanjo bisa dimainkan melalui berbagai macam instrument sepertigeomungo (sitar dengan 6 senar), gayageum (sitar dengan 12 senar) dan daegeum (seruling panjang dari bambu). Selain solo player utama, dalam sanjo ada juga pemain janggu (drum) yang bertugas untuk memberi efek khusus bagi musik utama yang dimainkan. Selain itu pemain janggu juga meneriakkan seruan-seruan untuk menghubungkan antara penonton dengan musik yang dimainkan.
Sanjo dimulai dari tempo yang lambat dan kemudian beralih ke tempo cepat dan memberikan ruang bagi improvisasi, namun membutuhkan teknik yang tepat dan musikalitas yang tidak biasa. Sehingga, sanjo seringkali dijadikan tolak ukur bagi kemampuan seorang pemusik tradisional Korea.
JONGMYO JERYEAK
Adalah nama musik, tarian dan lagu yang menjadi elemen penting saat ritual peringatan untuk menghormati para raja dan para ratu Korea masa lampau di Kuil Jongmyo (Jongmyo shrine). Musik yang berasal dari periode Raja Sejong (1418-1450) dan digunakan di upacara ritual sejak 1463. Pemerintah Korea menamakan Jongmyo Jeryeaksebagai  Important Intangible Cultural Property No. 1 dan UNESCO menempatkan kuil Jongmyo sebagai 1 dari 689 Warisan Budaya Dunia yang memiliki nilai universal yang luar biasa.

PANSORI
Pansori dikenal sebagai opera tradisional Korea, yang terdiri dari cerita panjang yang dinyanyikan oleh seorang penampil. Pansori disuguhkan kepada penikmatnya dengan mengkolaborasikan tiga hal, yaitu aniri (narasi/cerita). sori (bernyanyi), dan ballim (berlakon/akting). Sama seperti sanjo, seorang performer utama pansori ditemani oleh seorang pemain perkusi. Pansori merupakan kesenian yang sudah ada sejak jaman dulu kala hingga abad ke-18. Masa kejayaan pansori adalah di abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Biasanya, pertunjukan pansori ini dilakukan selama 8 jam! Tetapi sekarang dipangkas hingga menjadi sekitar satu hingga dua jam saja.

MINYO
Minyo adalah lagu-lagu daerah yang mengombinasikan melodi asli dan teks sederhana. Minyo bisa dinyanyikan oleh semua orang dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Ada sekitar 200 minyo dan sebagian besar adalah lagu yang dinyanyikan saat sedang bekerja. Lagu-lagu ini sangat diperlukan saat memanen padi misalnya, yang membutuhkan kerjasama dari banyak orang.
Berdasarkan cirinya, minyo dikategorikan menjadi dua yaitu tosokminyo dan tongsokminyo. Sedangkan berdasarkan wilayahnya, minyo bisa dikategorikan menjadi gyeonggi minyo (Seoul dan gyeonggi), Seodo minyo (Hwanghae-do dan Pyeongan-do), Dongbu minyo (Gyeongsan-do), Namdo minyo (Jeolla-do) dan Jeju-do minyo.

SAMULNORI
Samul berarti “empat benda” dan samulnori adalah kuartet perkusi yang terdiri dari buk, janggu, jing, dan kkwaenggwari. Pola musiknya berasal dari musik pedesaan dan juga musik yang dimainkan oleh para shaman (dukun) yang dimainkan di area terbuka ditambah dengan atraksi akrobat dan juga gerak tari yang rancak. Prinsip dasar musik ini adalah kombinasi antara tempo cepat dan lambat yang berganti-gantian. Para pemain perkusi melakukan improvisasi berdasarkan beberapa pola umum sambil melakukan penyelarasan antara empat instrumen musik ini.

Tradisi Pernikahan Di Korea





TRADISI UPACARA PERNIKAHAN KOREA
Upacara pernikahan tradisional pada suatu bangsa merupakan bagian dari nilai-nilai tradisional dan budaya bangsa tersebut. Begitupun dengan pernikahan tradisional Korea mencerminkan nilai-nilai budaya yang ada di negara Korea. Dulu upacara tradisional pernikahan Korea sangatlah rumit tetapi sekarang telah disederhanakan dan tata caranya telah dipadatkan.
Proses pernikahan tradisional Korea terdiri dari:
1. Eui Hon ( Pernikahan yang telah diatur oleh orang tua )
Para orang tua mengumpulkan informasi tentang calon mempelai pria dan wanita, tentang kedudukan sosial, pendidikan dan asal usul keluarga mereka. Jika informasi yang dikumpulkan telah cukup maka orangtua calon mempelai pria akan menyampaikan lamaran kepada orang tua calon mempelai wanita. Dalam acara lamaran ini hanya orang tua kedua belah pihak yang dapat bertemu dengan calon mempelai pria atau calon mempelai wanita. Kedua calon mempelai baru akan dipertemukan untuk pertama kalinya pada upacara
pernikahan mereka.
2. Napcae ( Penentuan tanggal )
Setelah lamaran diterima, orang tua calon pengantin pria akan mengirim Saju, yang menyatakan secara terperinci tahun, bulan, tanggal dan jam kelahiran calon pengantin pria sesuai dengan kalender kepada keluarga caon mempelai wanita. Saju dibungkus dengan menggunakan cabang-cabang bambu dan diikat benang merah dan benang biru. Terakhir keseluruhan dari saju dibungkus dengan Sajubo yaitu kain pembungkus berwarna merah di dalam dan berwarna biru di bagian luar.
Berdasarkan informasi yang tercantum dalam Saju, seorang peramal menetapkan tanggal pernikahan yang terbaik. Keluarga calon mempelai wanita kemudian mengirim Yeongil kepada keluarga calon pengantin pria yang menyatakan tanggal pernikahan sebagai balasan dari saju.
3. Nappae ( Tukar menukar barang berharga )
Sebelum pernikahan, keluarga pengantin pria akan mengirim hadiah-hadiah kepada mempelai wanita dan keluarganya dalam sebuah kotak yang dinamakan Ham. Hamijabi ( orang yang menyampaikan Ham ) disertai oleh beberapa orang teman dekat dari mempelai pria. Ham biasanya berisikan 3 macam benda, yaitu Honseo (kertas pernikahan ), Chaedan yaitu kain tenun berwarna merah dan biru, untuk membuat pakaian. Kain biru diikat dengan benang merah dan kain merah diikat dengan benang biru. Kedua warna ini menggambarkan filosofi Eun/Yang ( Yin/Yang ).
Honseo ( kertas pernikahan ) diselubungi dengan kain sutera merah, dalam surat tercantum nama dari pengirim dan maksud dari pengirimnya yaitu pernikahan. Honseo ini melambangkan pengabdian isteri kepada suami satusatunya dan sang isteri diharuskan menjaga dokumen ini selamanya dan mengubur bersama jasadnya bila ia meninggal dunia.
Honseo juga adalah sekumpulan barang-barang berharga lainnya dari orang
tua pengantin pria untuk mempelai wanita.
4. Chinyoung ( Upacara Pernikahan )
Menurut adat, upacara pernikahan dilangsungkan di rumah keluarga mempelai wanita . Pengantin pria biasanya menunggang kuda atau kuda pony dan para pembantu atau pelayan berjalan kaki ke rumah mempelai wanita. Para pembantu seringkali memainkan alat-alat musik untuk menciptakan suasana riang gembira.Dalam proses pernikahan ini ada beberapa langkah yang dilakukan, yaitu:
a. Jeonanrye ( Penyerahan angsa liar ).
Selama proses berjalan, Girukabi ( orang yang berjalan paling depan ) memegang sebuah Kireogi ( angsa liar ) dari kayu. Tiba di rumah mempelai wanita, Girukabi memberikan Kierogi kepada pengantin pria yang kemudian diberikan kepada ibu mempelai wanita. Pemberian angsa liar ini melambangkan janji atau ikrar pengantin pria untuk setia selamanya kepada mempelai wanita. Dulu kala digunakan angsa liar hidup, tetapi sekarang sudah diganti dengan angsa buatan dari kayu.
b. Gyobaerye ( Membungkukkan badan )
Acara ini menandai saat pertama kalinya mempelai wanita dan mempelai pria saling bertemu satu sama lain. Pada upacara ini mempelai saling membungkukan badan satu sama yang lainnya. Pertama-tama mempelai wanita membungkuk kan badan 2 kali, kemudian pengantin pria membunggkuk sekali sebagai balasa. Acara ini berlangsung 2 kali. Kedua mempelai akan mengakhiri acara ini dengan saling berhadapan sambil berlutut. Proses membungkukkan badan itu melambangkan ikrar keterikatan satu sama lain.
c. Hapgeunrye ( Minum anggur )
Dalam upacara ini anggur disajikan dalam tempat dari buah labu. Tempat ini merupakan setengah dari buah labu yang telah dikosongkan dan dikeringkan, melambangkan pria dan wanita. Artinya mempelai wanita dan mempelai pria tadinya satu, dilahirkan secara terpisah dan kini dipersatukan kembali melalui pernikahan.
5. Pyebaek ( Membungkuk kepada orang tua mempelai laki-laki ).
Setelah upacara pernikahan pengantin wanita dan pengantin pria duduk berdampingan dan memberi penghormatan kepada keluarga pengantin pria. Ibu mertua melemparkan jujube ( sejenis buah-buahan ) pada rok mempelai wanita, mengharapkan pengantin akan dikaruniai banyak anak.